My Blog List

Sunday, July 31, 2011

Tips Impor : Mengirim Naskah ke Penerbit

Sekedar share, saya kreditkan tulisan tips2 Let's make a book part 1-4 ini pada mbak Dionvy Icylandar, penulis novel fantasi dalam negeri : Icylandar.

Tulisan ini seperti apa yang di copy-paste dari notes facebook beliau dan sudah minta izin terlebih dahulu. Diperuntukan bagi siapapun yang punya naskah dan ingin melahirkan naskahnya ke dunia. Atau untuk orang2 yang ingin tahu perjuangan seorang penulis untuk menetaskan buah pikiran mereka sehingga barangkali bisa lebih menghargai sebuah buku.

===================================

Setelah naskah selalui melalui tahap editing awal, saatnya untuk melanjutkan perjalanan. Ada 2 cara untuk mengubah naskah kita menjadi berbentuk buku, yaitu dengan mengirimkannya ke penerbit yg sudah ada atau dengan menerbitkan sendiri. Tentu saja kedua pilihan itu memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing.

Dalam part 3 ini akan kubahas dulu tentang cara mengirimkan naskah ke penerbit.

1. Print Naskahmu dan Jilid yg rapi

Biasanya penerbit minta di print dalam kertas ukuran A4 dan spasi 1,5. Dan penerbit maunya juga naskah yg tidak lebih dari 400 halaman. Kemudian jilid naskah yg sudah di print. Pilih jilidan terbaik yg bisa kalian dapatkan.

Satu paragraf yg kutulis di atas pasti akan menimbulkan banyak pertanyaan. Kalau naskahku lebih dari 400 halm gimana? Kalau spasinya kuubah jadi 1 saja gimana? Dan masih banyak pertanyaan lain. Untuk itu akan kuterangkan dulu sekilas apa yg kira-kira terjadi di dalam sebuah penerbitan.

Setiap harinya, sebuah penerbitan akan menerima puluhan naskah. Dalam sebulan berarti bisa ribuan naskah. Semakin besar penerbitan itu, semakin banyak nasah yg masuk. Sebuah penerbitan jumlah editornya mungkin hanya sekitar 3 atau 4 org. Bayangkan saja, 4 orang editor ini harus membaca ribuan naskah. Kalau kalian yg menjadi editor, bagaimana perasaan kalian?

Karena banyaknya naskah yg masuk, jadi jelas kan kalau kita harus melakukan sesuatu agar naskah kita berbeda dari naskah yg lain dan para editor itu jadi tertarik. Selain tentu saja naskah kita harus berkualitas (karena itu harus diedit dulu supaya susunan katanya tidak berantakan dan bahasanya tidak amburadul, jadi jangan sampai editor sudah tertarik membaca lalu begitu dibuka gaya bahasanya hancur. Langsung dibuang deh naskah kita), kemasan naskah kita juga harus menarik. Jadi coba buat cover2 sederhana (di print di kertas A4 juga aja covernya). Desain covernya ambil dari internet saja gpp. Kan covernya bukan utk di publish. Kalau mau yg lebih bermutu lagi, bisa dicoba melayout dan memberi ilustrasi naskahmu. Ini rumit, tetapi naskahmu jadi terlihat berbeda dan bagus. Akan menjadi nilai tambah tersendiri.

Sekarang mengenai tebal halaman. Kenapa sebaiknya hanya 400 halaman?

Ini lebih ke arah kepentingan bisnis. Naskah yg tebal, pastilah ongkos cetaknya lebih mahal. Padahal untuk mengorbitkan novel dari penulis baru itu tidak mudah. Unsur gambling nya tinggi. Tidak semua penerbit berani melakukan gambling sebesar itu.

Sebagai ilustrasi : andai author novel ICYLANDAR adalah JK. Rowling, pastilah akan langsung terbentuk antrian sepanjang 1 km pada hari pertama launching di toko buku. Tapi karena nama yg tercetak di novel ICYLANDAR adalah DIONVY yg sama sekali belum pernah dikenal namanya, orang pasti mempertanyakan. Apalagi andai orang tahu DIONVY adalah org Indonesia. Semakin under-estimate deh.

Buku tebal = ongkos cetak mahal = harga buku mahal

Andai kalian sedang jalan-jalan di mall sendirian dgn berbekal uang 100ribu. Lalu kalian lapar, ingin makan. Tapi sambil makan enaknya baca buku (ingat kalian pergi sendirian, kan ga seru makan sendiri sambil matanya kerlap-kerlap ke mana-mana. Bisa dipikir sedang mencari mangsa :p ). Akhirnya kalian pergi ke toko buku. Nemu 2 buku: buku Icylandar dan buku yg lebih tipis. Kalau beli buku yg lebih tipis harganya 45 ribu. Jadi kalian masih punya sisa uang 55 ribu buat makan. Lumayan. Nah kalau beli Icylandar, harganya 88 ribu. Jadi kalian hanya punya sisa uang 12 ribu. Makan apa di mall 12 ribu itu. Bisa makan ga bisa minum!

Hal-hal di atas hanya ilustrasi saja, tetapi cukup bisa menggambarkan kenapa penerbit lebih suka menerbitkan naskah yg tipis. Taruhannya tidak terlalu besar.

Jika naskah kalian memang tebal dan tidak bisa diubah, ya tidak apa-apa dicoba saja dikirim. Bukannya tidak mungkin. Tetapi kalau pun sampai ditolak, kalian sudah bisa lebih paham alasannya.

Satu catatan penting lagi. Jangan pernah membagi naskah kalian menjadi 2 jilid. Maksudnya misal tebal naskah kalian 500 halaman. Lalu kalau dibuat 1 jilid tidak akan kuat. Akhirnya kalian pecah menjadi 2 jilid (250 halm - 250 halm). Yg sering terjadi adalah begitu sampai di penerbit, maka jilid yg kedua akan tercecer entah di mana. Akhirnya naskah kalian hanya dibaca 250 halm saja. Jadi bagaimana utk menyiasati naskah yg tebal? Print bolak-balik. Dgn begitu hanya butuh 250 lembar dan cukup utk dijilid menjadi 1.

2. Di dalam jilidan naskahmu, jangan lupa sertakan juga ringkasan cerita novelmu, biodata, dan alasan kenapa naskahmu layak diterbitkan oleh mereka. Jilid jadi satu dgn naskah, jangan terpisah karena bisa tercecer.

Buat ringkasan cerita semenarik mungkin. Bedakan antara sinopsis cerita dengan ringkasan cerita. Kalau sinopsis itu seperti yg ada di bagian belakang buku. Sinopsis intinya membuat pembaca penasaran. Kalau ringkasan cerita adalah isi buku kalian secara singkat, kira-kira 2 halaman.

Untuk bioadata, tulislah data diri kalian termasuk pendidikan terakhir dan juga foto. Buat foto yg bagus supaya editor yg melihat senang. Jangan pasang foto kalian sedang nongkrong di warteg sambil minum kopi. Bikin sakit mata saja. Coba bayangkan kalau kalian foto pakai baju eksklusif, sedang santai di cafĂ©, wah meyakinkan sekali. “Smart banget nih orang. Pasti tulisannya oke punya.” Tapi kalau kalian foto di pinggir sawah, dengan muka kumuh dan celana kolor “Halah paling bisanya menulis cara ternak bebek”.

Untuk halaman alasan kenapa naskah kalian layak diterbitkan, ini untuk membuat semacam sugesti bahwa naskah kalian bagus. Jadi, tulis apa kelebihan novelmu. Misal kalau untuk novel Icylandar, aku akan menulis ini satu-satunya naskah di dunia yang menceritakan dunia elf secara utuh, lengkap dengan keadaan alam kerajaannya, karakter setiap tokoh yg akan membuat pembaca berkata “oh ternyata elf itu seperti ini. Kupikir mereka hanya makhluk mistis yg kerjanya bernyanyi dan berperang. Ternyata mereka juga harus latihan, harus bercocok tanam, ada persahabatan, ada permusuhan, dan ada iri hati.” Konflik dan misteri di novel ini juga kuat sekali sehingga pembaca tidak akan merasa bosan. Didukung dengan deskripsi yang detil, tetapi tidak panjang berbelit-belit.

Jadi tulis bagian mana dari novel kalian yg menurut kalian adalah kekuatan. Tentu saja dengan ditambah bumbu-bumbu penyedap di sana-sini sehingga puji-pujiannya menjadi lebih mantap :p

3. Pilih Penerbit

Ada banyak sekali penerbit di Indonesia. Kita harus jeli memilih mana penerbit yang kira-kira akan menyukai naskah kita. Untuk tahu mana penerbit yg cocok, coba jalan-jalan ke toko buku dan lihat novel-novel Indonesia itu siapa penerbitnya.

Kebijakan sebuah penerbitan itu bisa berubah-ubah. Misal tahun ini penerbit A hanya mau menerbitkan naskah romance dan dia menolak semua naskah fantasi, tidak peduli naskah fantasi itu bagus atau jelek. Namun tahun berikutnya bisa jadi penerbit A memutuskan untuk mulai membuka diri bagi naskah fantasi. Kebijakan-kebijkan seperti ini yg sulit untuk kita ketahui. Krn itu sebaiknya langsung kirimkan naskahmu ke banyak penerbit.

4. Jadi sebaiknya mengirimkan naskah ke banyak penerbit atau satu penerbit dulu lalu tunggu jawabannya?

Sebaiknya langsung ke banyak penerbit. Kenapa begitu? Karena menunggu jawaban dari 1 penerbit saja minimal bisa memakan waktu 3 bulan. Itu minimal. Ada penerbit yg baru memberi jawaban setelah 1 tahun, ada juga yg sama sekali tidak memberi kabar.

Lalu nanti bagaimana bila ada 2 penerbit yg mau menerima naskahku?

Bukannya tidak mungkin hal itu terjadi, tetapi sangatlah jarang. Kalau pun nanti sampai terjadi seperti itu, kita pikir nanti saja. Selama belum tanda tangan kontrak, kita masih bisa menolak tawaran dari penerbit itu.

Karena kita akan mengirim naskah ke banyak penerbit, maka dari awal sebaiknya kita siapkan naskah master. Naskah master adalah naskah yg kita print. Lalu naskah master ini kita fotocopy. Bila sewaktu-waktu diperlukan, kita tidak perlu mem-print naskah kita lagi. Cukup mem-fotocopy si naskah master.

5. Apa yg harus dilakukan setelah naskah dikirim?

Kita harus memastikan naskah kita sampai di penerbit. Jadi kira-kira seminggu setelah pengiriman, coba telepon ke penerbit yg bersangkutan.

6. Apa yg harus saya lakukan selanjutnya?

Menunggu kabar dari penerbit. Biasanya minimal 3 bulan kita akan menerima kabar. Tapi ada juga yg 1 thn baru memberi kabar. Jawaban dari penerbit bisa diterima, ditolak, atau tidak ada jawaban. Ada baiknya setelah 3 bulan kalian telepon penerbit itu untuk menanyakan kabar naskah kalian.

7. Andai diterima, apa yg harus saya lakukan?

Setiap penerbit memiliki kebijakan masing-masing. Namun secara garis besar, sebelum naskah kalian diedit ulang oleh editor yg bersangkutan, kalian akan diminta menandatangai kontrak perjanjian. Kalian harus jeli mengamati isi perjanjiannya. Ada banyak macam variasi perjanjian.

Isi dari perjanjian itu biasanya meliputi : (sebenanrnya poin perjanjian itu banyak, ini hanya beberapa saja)

a. Judul buku yg akan diterbitkan

Pastikan penerbit hanya berhak menerbitkan buku dgn judul yg kita berikan dan bukan sekuelnya. Jadi misalnya buku kita adalah trilogi, maka perjanjian pertama ini hanyalah utk menerbitkan sekuel 1. Utk sekuel selanjutnya, harus membuat perjanjian ulang. (Jangan sampai ada perjanjian yg menyatakan penerbit berhak menerbitkan buku A beserta turunannya). Jika nanti ternyata penerbit ini tidak cukup kompeten dlm menerbitkan buku kita yg pertama, kita bisa mencari penerbit lain utk buku yg kedua.

b. Hak-Hak Penerbit

Apa saja hak penerbit berkaitan dgn buku kita. Ada penerbit yg meminta hak menerbitkan buku kita dalam bahasa indonesia + hak utk menerjemahkan dan menerbitkan dalam bahasa asing + hak untuk membuat film, drama + hak-hak lain. Tapi ada juga penerbit yg hanya meminta hak utk menerbitkan dlm bahasa indonesia dan hak menerbitkan dlm bahasa asing dikembalikan sepenuhnya kepada penulis.

c. Penerbit tidak bertanggung jawab bila isi buku berbau SARA, fitnah, mencontek karya pihak lain, dll yg menyebabkan timbulnya tuntutan.

Jadi tuntutan atas isi buku sepenuhnya ditanggung oleh penulis. Tentu saja penerbit dari awal sudah mencegah timbulnya tuntutan ini dgn menolak buku-buku yg sekiranya isinya bisa bermasalah. Krn bila buku itu sampai harus ditarik dari pasaran, penerbit akan menanggung rugi materi yg besar. Sedangkan penulis menanggung tuntutan.

d. Waktu menerbitkan pertama kali

Penerbit wajib mencantumkan kapan batas waktu dia menerbitkan buku kita sejak perjanjian ditandatangani. Biasanya adalah 1 thn.

(Contoh : Pihak Kedua wajib mengumumkan dan memperbanyak atau menerbitkan naskah Pihak Pertama dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 thn terhitung sejak penandatangan perjanjian ini).

Pentingnya pasal mengenai hal ini adalah bila ternyata dalam jangka wkt 1 thn penerbit tdk jg menerbitkan naskah kita, kita berhak utk mengambil kembali naskah kita dan mencari penerbit baru. Krn bisa saja wkt penerbit sudah menerima naskah kita, tp ternyata mereka mendapat naskah lain yg lebih bagus. Akhirnya naskah kita ditunda penerbitannya/terbengkalai.

e. Proof - print

Biasanya sebelum naskah naik cetak, ada yg dinamakan proof print. Jadi naskah di print dalam bentuk layout siap cetak. Proof print ini hanya di print di kertas HVS biasa, bukan di kertas buku. Dan biasanya setelah proof-print keluar, penulis diminta memeriksa untuk kemudian memberikan persetujuan. Baru kemudian naskah naik cetak. Tapi apakah pemberian persetujuan ini hanya melibatkan isi atau juga melibatkan layout buku. Banyak juga buku yg layoutnya bisa dibilang menyedihkan. Tulisannya kecil-kecil, spasinya rapat-rapat, dll sehingga novel jd tidak nyaman dibaca. Apakah penulis jg berhak memberikan protes dalam hal layout? Ini tergantung penerbit masing-masing.

f. Royalti

Penulis biasanya mendapat royalti sebesar 10 %. Nah 10 % ini bisa dihitung dari harga jual buku di toko buku, bisa juga dari harga jual buku di toko buku setelah dipotong Ppn 10%. Tentu ini memberikan makna yg berbeda.

Ada penerbit yg memberikan uang muka royalti misal 25% dari royalti yg semestinya didapat penulis dari cetakan pertama. Misal cetakan pertama sebanyak 3000 eksemplar. Maka penulis mendapat uang muka royalti sebesar 25% dari 3000 eksemplar itu. Tapi pemberian uang muka ini jarang terjadi.

Biasanya royalti diberikan setiap 6 bulan sekali.

Bila penerbit disepakati mendapat hak untuk menerbitkan ke dalam bahasa asing, jg perlu dibicarakan mengenai masalah royalti utk cetakan bahasa asing ini.

g. Hak cipta

Apapun yg terjadi, hak cipta harus tetap milik penulis. Baik itu diterbitkan dalam bahasa indonesia maupun bahasa asing. Jangan pernah memberikan hak cipta kepada pihak lain kecuali setelah pertimbangan yg matang. Kegunaan hak cipta ini adalah segala bentuk penggandaan karya kita berarti harus seijin kita dan itu berarti kita berhak mendapat royalti atas setiap penggandaan itu. Jadi misal bila karya kita mau difilmkan, harus atas seijin kita dan kita berhak mendapat royalti. Penerbit hanya memiliki hak menerbitkan dan menggandakan, tetapi bukan hak cipta.

h. Jangka waktu menerbitkan

Biasanya tidak dicantumkan berapa lama penerbit memiliki hak untuk menerbitkan naskah kita. Apakah 5 thn, 10 thn, atau selamanya. Namun, bila novel kita tidak laku, maka penerbit bisa melepas hak menerbitkan ini.

Variasi perjanjian itu ada banyak. Hati-hati dalam menandatangani perjanjian. Apalagi jika kita yakin naskah kita adalah naskah yg amazing. Harus benar-benar memperhatikan hal-hal yg mungkin tampak sepele. Jangan hanya karena sedang euforia naskah diterima penerbit, lalu menjadi kurang berhati-hati.

8. Proses Editing naskahku di dalam penerbit bagaimana?

Begitu naskahmu dinyatakan diterima oleh penerbit, naskahmu pasti akan diedit ulang. Proses editing ini berbagai macam. Ada editor yg tidak terlalu ambil pusing perkara mengedit sehingga naskahmu cenderung dibiarkan dalam kondisi “murni” seperti pada saat baru datang, bisa juga editormu orang yg menyenangkan utk diajak kerja sama. Jadi km dan dia bisa saling berdiskusi mengenai naskahmu, dan ada pula editor yg arogan sehingga naskah itu harus disesuaikan dengan keinginannya.

Lalu biasanya sebagai penulis kalian tidak diberi hak untuk menentukan bentuk kemasan buku. (Ukuran buku, jenis kertas yg dipakai, layout, dll). Tp ini biasanya lho ya karena bagaimanapun di mana-mana pemilik modal adalah yg paling berkuasa. Dan dalam hal ini pemilik modal adalah penerbit. Mengenai cover, kalian bisa mengajukan ide atau desain cover. Namun, masalah akan dipakai atau tidak, itu tergantung penerbit juga.

9. Kalau naskahku ditolak semua penerbit bagaimana?

It is not the end of the world okey. Masih banyak cara utk membuat naskahmu terbit. Mungkin kalian harus menunggu dulu, siapa tahu sekarang ditolak, tahun depan diterima. Masih bisa juga usaha menerbitkan sendiri. Yg penting, kalau naskahmu memang layak diperjuangkan, perjuangkanlah. Kalau memang kalian sudah lelah dan ingin mencoba hal lain, kenapa tidak? Misal, gagal jadi penulis lalu justru jadi penemu. (Hmmm…. mulai terpikir utk menjadi penemu saja. Sayangnya semua penemuan sudah diserobot oleh Thomas Alfa Eddison. Ini tidak adil! Kenapa satu orang bisa membuat ribuan penemuan! Ya sudahlah, jatahku memang bukan membuat bohlam lampu, cukup membuat Icylandar. Toh, di Icylandar tidak ada lampu).

10. Apa keuntungan dan kerugian naskah kita diterbitkan oleh penerbit?

Jadi jelas di sini bahwa keuntungan naskah kita diterbitkan oleh penerbit adalah sebagai penulis kita tidak perlu mengeluarkan uang. Semua biaya ditanggung oleh penerbit. Jadi andai ternyata buku kita kurang laku di pasaran, kita tidak menanggung rugi, ya tentu saja kecuali kerugian secara spiritual karena karya kita ternyata tidak disukai pasar.

Keuntungan berikutnya adalah penulis tidak perlu repot. Tidak mudah lho menyiapkan sebuah produk hingga siap dipasarkan. Harus memilih-milih kertas, menentukan layout, menentukan jalur distribusi, melakukan promo, dll. (semua proses dalam menyiapkan sebuah buku dari naskah hingga menjadi buku akan kujabarkan di dalam part 4).

Sedangkan kerugiannya yg jelas adalah kita tidak bisa terlalu idealis mengenai naskah kita, baik dalam hal editing maupun kemasan. Ini sebenarnya tidak bisa sepenuhnya dibilang kerugian. Tergantung pribadi kita masing-masing. Jika kita orang yg sangat idealis, dan kita yakin selera kita dalam hal editing maupun kemasan buku sangatlah bagus, tentu menyebalkan bila penerbit tidak mau mengikuti apa kata kita. Namun bila ternyata sebenarnya selera kita tdak terlalu bagus, sungguh menguntungkan ada penerbit yg mengingatkan.

Kerugian yg lain adalah bila kebetulan kita menemukan penerbit yg bisa dibilang agak curang. Jadi pengiriman royalti kita selalu bermasalah atau terlambat, kemudia jumlah royalti yg dibayarkan tidak sesuai dengan jumlah buku yg terjual.

Nah sampai di sini part 3 nya. Kok capek ya ngetiknya. Hiyaaaa ternyata panjang sekali. Ckk… ckk… ckk… seperti membuat makalah saja. Mungkin aku punya bakat jadi bu guru nih :p

Dalam Let’s Make a Book - part 4, akan kuberi tahu cara menerbitkan buku sendiri.

(Serius ini capek sekali ngetiknya :p )

With Love

Dionvy

No comments:

Post a Comment