22 November 2008..........
Malam itu ada pertandingan sepak bola membela kesebelasan sekolah. dan Frank yang baru berusia 12 tahun itu membela tim SMP. Sebenarnya ia masih SD, akan tetapi karena kemampuannya, ia disamarkan menjadi siswa SMP. Karena itulah ia pulang malam pada pukul 9 malam.
Frank naik ke bus kota yang akan membawanya kembali ke rumahnya di daerah Tangerang. Frank naik bus kota sendirian, karena teman-temannya tidak ada yang satu arah dengannya. Dan ia tak ingin merepotkan orang lain atau guru-guru dengan menerima ajakan mereka. Lagipula, ia sudah biasa bepergian dari Tangerang ke Jakarta.
Di dalam bus tersebut, hanya tersisa 1 tempat duduk saja, yaitu di sebelah seorang tante yang menggunakan jilbab. Frank dalam hati mengeluh. "orang muslim..."
Frank menganggap orang-orang muslim itu berlebihan. Ia sendiri tidak menganut satu agamapun. Akan tetapi karena ia sudah terlalu lelah, akhirnya ia duduk di sebelah tante Muslim tersebut. Dengan ramah ia tersenyum pada tante tersebut. "permisi.."
Melihat Frank, tante tersebut juga turut mengangguk ramah padanya. "silahkan"
Frank duduk di sebelah tante itu. Dan tante itu mengajaknya berbincang-bincang sedikit. Ia menanyai Frank pertanyaan umum yang seringkali ditanyakan orang kepadanya seperti habis darimana? Rumahnya dimana, namanya siapa?
Karena Frank menjawab singkat-singkat, (dengan tidak mengurangi kesopanan, tentunya) maka tante itu akhirnya berhenti bertanya padanya.
Akhirnya mereka datang. 3 preman, kasar, mabuk, dan merokok, naik ke dalam bus yang tidak sepi dan juga tidak ramai itu. Cara mereka bicara keras dan kasar.
"bapak-bapak dan ibu-ibu, penumpang yang terhormat... kami hanya ingin makan!"
"tolong, bapak-ibu! seribu saja!"
Kalau dibaca lewat tulisan, perkataan mereka seperti memohon. Akan tetapi kalau didengarkan, mereka tidak berbeda dari memerintah. Begitulah orang memalak tapi tak mau dianggap bersalah. Frank sangat ketakutan. Apalagi ia memiliki cincin emas 23 karat yang selalu diletakkan dijarinya. Cincin tersebut sebenarnya adalah pemberian neneknya.
"cincin ini adalah cincin kakekmu yang sudah tiada. pakailah selalu, semoga ia senantiasa melindungimu."
Frank tak pernah melepasnya sekalipun. Dan kini ia merasa takut preman-preman tersebut akan mengambilnya secara paksa. Frank pernah disudutkan dan dirampok sebelumnya. Maka dari itu ia merasa ketakutan. Namun tampaknya para preman itu melihatnya, dan menunjuk-nunjuknya. Walau demikian ia bicara tidak jelas karena sedang dalam keadaan mabuk.
Akhirnya tante Muslim yang duduk di sebelah Frank mengeluarkan selembar uang senilai seribu rupiah. Kemudian ia mengatakan "anak ini anak saya."
"oh, baiklah. terima kasih ibu..." kata preman tersebut, masih dengan suara kasarnya.
Setelah para preman tersebut pergi, si ibu menyindir kenek "sekarang bis-bis sudah ga aman lagi yah?"
Dan pak supir membalasnya dengan berharap agar ibu tersebut maklum "yah.. kita juga serba salah. Kalau kita usir, kelak kita juga yang diincar.."
Kemudian katanya pada Frank, "Kau tenang saja. Saya tahu kamu tadi bawa barang penting."
Frank tertegun. Kemudian ia berkata kepada ibu itu. "terima kasih banyak.."
Ibu itu tersenyum senang. "sudahlah tidak apa-apa. Lain kali kau jangan bawa-bawa barang penting di dalam bis. Bahaya."
Tak lama, ibu itu turun dari bis. Frank merasa sedih. Ia diselamatkan seorang wanita yang tadinya tidak mau didekatinya. Ia terus memikirkan tante tersebut.
"ah, ia sangat baik terhadapku, kalau tak ada dia, aku mungkin sudah diajak turun para preman tersebut dan dipalak. Aku sudah sering dipalak kakak kelasku. Tapi baru kali ini ada yang membelaku. Aku ingin bisa membalas budi baiknya. Tapi jangankan alamat, namanya saja aku tidak tahu."
Sejak itu Frank selalu berlaku baik pada siapapun, karena ia berpikir, siapa tahu orang yang ia tolong itu adalah saudara tante Muslim tersebut.
22 November 208 ........
Wang Xue adalah seorang pedagang kayu bakar yang usianya masih muda, 12 tahun. Walau begitu, ia giat bekerja seperti orang dewasa, demi mencari uang untuk hidup dirinya dan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan, sekalipun ia adalah seorang gadis.
Setiap hari ia bekerja dengan rasa khawatir akan kesehatan ibunya di rumah, dan kembali dalam keadaan letih, ia harus memandikan ibunya dan menyuapinya. Ia juga harus memberikan "upah" untuk tante sebelah, tetangganya, yang menggantikannya merawat ibunya selama ia pergi mencari uang.
Suatu sore saat berdagang di pasar, seorang lelaki yang berpakaian bagus dan berwajah bersih mendatanginya. "Nak, siapa namamu? Berapa usiamu?"
"Saya Wang Xue. Saya 12 tahun. Tuan mau beli kayu?" Tanyanya dengan wajah memelas, bukan karena dibuat-buat, tapi karena kekurangan makanan.
Lelaki kaya tersebut kemudian bertanya lagi. "Kenapa kau berjualan kayu di sini? Dimana ayahmu?"
"Saya mencari uang agar ibu saya bisa membeli obat, dan bisa makan setiap hari. Ayahku sudah lama meninggalkan kami." kata Wang Xue dengan pelan. Ia merasa seperti mengemis. Ia merasa sukar untuk menyebutkan kekurangannya sendiri.
Lelaki kaya tersebut bertanya lagi "Ibumu sakit apa?"
"Kata dokter, TBC.." Jawabnya singkat.
Lelaki kaya tersebut bertanya pada pegawai yang berdiri di belakangnya. "Masih adakah tempat bagi pencuci piring di restoran saya?"
Pegawai tersebut menggeleng. "Tidak, tuan. Pegawai sudah cukup."
Lelaki kaya itu mengangguk-angguk. Kemudian ia bertanya lagi pada Wang Xue. "Nak. Berdagang kayu bakar tidak baik bagi anak gadis. Uang yang kau dapatkan juga sedikit. bagaimana kalau mulai besok kau bekerja di tempatku? Kau bisa mencuci piring, membersihkan perabotan, mengepel lantai. Aku yakin uang yang kau dapatkan juga jauh lebih banyak daripada kau menjual kayu bakar."
Wang Xue tampak setuju. Akan tetapi karena masih kecil, ia sepertinya sedikit kikuk. Kemudian lelaki kaya tersebut membawa Wang Xue ke restorannya. Dan mengenalkannya pada para pegawai. "Kenalkan, ini Wang Xue."
"Wah, lucunya.."
"Cantiknya. Apakah anda hendak mengangkat anak lagi tuan?" Tanya pegawainya.
Lelaki kaya itu menggeleng "Hahaha... ngomong-ngomong, dimana Xu Xiao?"
Seorang pegawai wajahnya menjadi cemberut lalu berkata dengan kesal "Anak itu kabur lagi! Padahal kerjanya cuma mencuci piring, akan tetapi malas sekali!"
Lelaki kaya itu bertanya pada Wang Xue. "Maukah kau bekerja di sini?"
Wang Xue tampak kebingungan.
Lelaki itu berkata lagi. "Disini ada kamar yang bisa digunakan kau dan ibumu. Tentu saja kau akan diberi makan enak seperti pegawai lainnya."
Seorang lelaki, tampaknya bidang pembukuan, memperingati tuannya. "Tuan, pegawai sudah cukup..."
Lelaki itu berkata dengan enaknya "Ah, pecat saja si Xu Xiao itu!"
Kemudian ia berkata sambil menunjuk Wang Xue. "Aku telah lama mengamati anak ini. Sejak 6 bulan aku mulai menyadarinya, setiap kali aku lewat jalan tempat ia berjualan, tak pernah sedikitpun aku melihatnya absen. Ia pasti anak yang rajin dan gigih. Kalau aku bisa mendidiknya dengan benar, ia pasti akan menjadi orang hebat!"
Wang Xue, masih dengan wajah bingung, kemudian menangis.
Para pegawai yang melihatnya menangis kemudian menghiburinya dengan panik.
Namun saat Wang Xue berkata "Terima kasih..."
Semua pegawai menjadi senang. Mereka tertawa-tawa. Kemudian mereka mentraktir Wang Xue makan. Mulai besok, Wang Xue tidak perlu lagi berjualan kayu bakar. Saat sudah jam 8 malam, Wang Xue pamit pulang. Lelaki kaya tersebut memberikannya makanan enak untuk ibunya dirumah.
Wang Xue menolak diantar dan mengatakan kalau dirinya bisa pulang sendirian. Sudah biasa. Wang Xue hanya sangat merasa berhutang budi pada lelaki tersebut, dan ia tak mau lebih membebani lelaki itu.
Dalam perjalanan, Wang Xue menempuh medan yang panjang dan gelap karena tidak membawa penerangan. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang pedagang yang membawa kereta kuda, Liao Zhang ia sedang dalam perjalanan pulang. Ia mengajak Wang Xue turut serta dalam keretanya. "Ikut saja, kita kan searah. Jangan pulang sendirian malam-malam."
Wang Xue naik. Di dalam kereta tersebut, ada seorang lelaki yang tertidur pulas. Wang Xue tampak bingung. Liao Zhang menenangkannya. "Dia berasal dari Jing Zhou. Orangnya Liu Bei. Ya. Dia seorang musuh kita. Salah satu pasukan Liu Bei yang dikejar-kejar Perdana Mentri Cao Cao."
Wang Xue langsung memandangnya buruk. Ia sudah sering mendengar cerita antara Liu Bei dan Cao Cao yang bertikai di sekitar Jing Zhou. Dan ia sangat antipati terhadap Liu Bei, musuh negaranya. Terpikir olehnya untuk membunuh paman yang sedang tidur pulas itu.
Akan tetapi sebelum dilakukannya, tiba-tiba pedati tersebut berhenti. Terdengar sedikit ketegangan dari luar kereta dan membuat paman yang tertidur tersebut bangun. "Ada apa ini?"
pPman tersebut melihat keluar pedati. Wang Xue juga menyaksikan keluar pedati. Rupanya pedati mereka sedang dirampok oleh sekelompok penjahat gunung. Wang Xue sangat ketakutan. Ia sangat khawatir para bandit itu akan merampok makanan yang diberikan Lelaki baik tadi untuk ibunya. Terlebih beberapa rampok itu sudah menunjuk-nunjuk ke dalam pedati, seakan mengetahui ada Wang Xue disana.
"Biar kuperiksa keretamu! Kalau ada orang, akan kujual dia ke tempat perdagangan budak!"
Pernyataan tersebut semakin membuat Wang Xue ketakutan. Ia khawatir tidak bisa bertemu kembali dengan ibunya, dan melihat Liao Zhang hendak dibantai mereka. Guan Ping melihat Wang Xue yang ketakutan tersebut. Kemudian tersenyum padanya. Setelah itu ia mengusap-usap rambutnya agar gadis kecil itu merasa tenang.
Setelah para perampok itu mulai menghunuskan pedang, Guan Ping pun keluar dari pedati. Kemudian ia menyapa para perampok tersebut. "Hai, apa yang kalian lakukan, merampok saudagar misikin begitu? Tidakkah kau lihat, pakaiannya compang camping, badannya bau, wajahnya jelek..? Masakan orang begini punya uang?"
Para rampok itu menghardiknya. "Kami butuh makan!"
Guan Ping tetap tenang. "Kalau kuberi makan kalian pergi, setuju??"
Para rampok berpandangan. "Baiklah. Aku sangat kelaparan sekarang!"
Guan Ping kemudian masuk ke dalam pedati, kemudian mengambil seikat roti dumpal yang dibelinya sebagai bekal tadi siang. Kemudian memberikannya pada para perampok tersebut. Para rampok itu tampak senang sekali. Mereka kemudian membiarkan pedati itu lewat.
Liao Zhang mengambek. "Kau menghinaku tadi!"
Guan Ping tertawa. "Hai, paman, tapi aku menyelamatkan nyawamu kan?"
Liao Zhang masih mengambek. "Tapi kau kan pejuang, katanya kepala tentara, kenapa kau tidak membunuh mereka saja?"
Guan Ping pun berkata "Tidak semua masalah harus selesai dengan kekerasan. Lagipula mereka hanya ingin makanan. bukan harta. buktinya, waktu tadi kutawari makanan, mereka setuju langsung pergi meninggalkan kita. Aku sudah sering membunuh orang, aku tidak ingin membunuh orang kelaparan. Apalagi, sekarang ini aku pulang ke rumahku dengan tujuan menjemput ibuku. Masa aku mengotori tanganku dengan darah?"
Wang Xue yang tadi merasa ketakutan itu sekarang sudah menjadi lega. Ia merasa bersyukur sekali karena ada si musuh, Guan Ping dalam keretanya. "Terima kasih..."
Guan Ping mengangguk "Tidak masalah."
Guan Ping turun dari pedati tersebut tak lama kemudian, karena ia akan menempuh jalur yang berbeda. Ia harus ke utara, sementara pedati akan meneruskan ke arah timur. Wang Xue tidak sempat menanyakan dimana orang itu tinggal, dan siapa namanya.
Hingga akhir hayatnya, Wang Xue selalu berharap agar ia bisa membalas budi orang tersebut. Namun ia dan orang itu tidak pernah bertemu lagi selamanya. Maka sebelum meninggal dunia, Wang Xue yang masih teringat akan pahlawan kecilnya itu, berdoa kepada Tuhan bahwa bila kelak ia terlahir kembali, ia bisa membalas kebaikan Guan Ping.
The End
No comments:
Post a Comment